Kamis, 22 Mei 2014

KETIKA KAU DIAM



Begitu kelam alam malam, benturan berbagai opini omong kosong yang tak kunjung mencapai mufakat.  Pujaan, canda, tawa, manja, sampai makian pun adalah rutinitas setiap malam tiba, Ada sebuah fase dimana tubuh harus bergerak sendiri berdasarkan intuisi dan mengikuti kehendak hasrat tanpa harus sejalan dengan sensor motorik yang diperintahkan oleh otak. Ketika alam bawah sadar  mencoba mengeluarkan sensasi-sensasi diluar batas kewajaran sehingga tubuh seolah dipaksa mampu menerima dan memahaminya sebagai sebuah perintah kewajaran.  Yaahh,..itulah manusia… kadang isyarat bisu dari kejauhan membuat nurani berkecamuk menjadi letupan wiski yang berbusa mahkota..

Perlahan bulan pergi dari malam, burung malam menggaris gelap di kejauhan, kita beradu pandang walau wajahmu tertutup awan sebagian. Masa silam begitu indah terpampang di kelopak mata. Sungguh berdosa jika malam ini berlalu tanpa merabahmu lewat suara dan nada sebab malam akan berbisik membeberkan gejolak yang terpendam.

Melafal kata-kata dan mencoba merangkai ingatan yang tersusun indah di sejarah perjalanan abad, itu adalah hal terindah, dimana embun enggan menetes dan jejak kaki tinggalkan damai. Tapi,,,,,perbedaan tetaplah perbedaan, yang akan menjadi bentangan sunyi tak terhingga dan akan membuat pertemuan begitu  asing.

“Saya ragu akan kekuatan cinta. tapi saling berdampingan dan mengasihi dalam perbedaan adalah dunia yang selalu saya cita-citakan.” Tapi semua akan tetap kembali ke perbedaan itu..jadi semua akan berjalan dalam ketidak-mungkinan
 Saya tidak bisa membangun surga  ditengah puing-puing neraka yang mereka ciptakan, saya pun tidak akan bisa menciptakan kebahagiaan  di dalam perbedaan.

Puisi dan sajak kehidupan adalah cerita yang tak pernah kehabisan kata seperti itu jugalah perbedaan begitu asing dan takut menemui titik temu yang mempersatukan kebahagiaan dan cinta..persis seperti makna yang tersenyum malam ini “KETIKA KAU DIAM sehingga PERBEDAAN ITU ABADI”

*ADA KECAMUK PERASAAN YANG KINI MENAMPAR KERAS MENJELANG PERJUMPAANKU DENGAN HARAPAN HINGGA KITA SALING BERPENDAR MELEPAS TATAP, SALING SAPA DALAM HEMBUSAN SIPU DAN BERPISAH KEMBALI TANPA PELUK ERAT. #

Senin, 19 Mei 2014

Menembus jarak antara mimpi dan kenyataan (perempuan luka)



Aku terbaring kaku menatap langit-langit penjara bumi
Sepeti menatap langit kelam
Tak ada matahari, semuanya pekat
Lewat kesendirian saya bisa teringat dengan kata-kata itu
bahwa hidup tak perlu lama, tetapi ia harus dilewati sepenuh kita mampu”

diantara sadar dan ketidak sadaranku merebahkan tubuh yang pertama dirumah ini ada yg aneh dan ritme nafas yg tidak seperti biasanya. Karena capek menempuh perjalanan yang begitu jauh, tanpa aku sadari aku tertidur….dan mimpi ini aku mulai..
Diantara rima putus asa meregang nyawa.
 Saya buta dan tuli.
Pandangan nanar, pendengaran samar.
Jiwa yang terlempar pada ruang hampa dan kesunyian.
Tak ada dinamika waktu
Bayangan perempuan gaun putih dan selendang merah jambu memotong mimpiku yang melintas pada waktu siang sedangkan kepala diperangkap matahari ketika aku berusaha mencari lebih dalam lagi, hanya tangan yang menggelepar-gelepar menari di rentetan angin atas kerutan cakrawala, kaburan wajahmu yang berlalu seribu purnama ketika berlabuh di senja mimpiku..

Kasihan…dia perempuan yang malang, meninggal lima tahun yang lalu terbunuh oleh kekasih hatinya sendiri, dia belum tenang di alamnya yang disana sehingga ia tetap menunggu harapan dirumah ini, dikamar ini yang aku tempati. Setiap malam hanya bercumbu dengan tangis duka dan bulan di malam jahanam yang mendendang  tembang kematian, tinggal bangkai rembulan yang tergeletak bisu dihadapannya

Di belantara gelisah ini aku memimpimu dengan pesona gaun putih sambil berbisik mesra ke telingaku; buatkan aku puisi tentang cinta, tentang rindu dan kematian.

*Ajaklah aku temui nisan mu, kasihan kamu berumah dalam peradaban-peradaban manusia instan yang telapak tangannya penuh nafsu tak terkendali*

Setelah aku terbangun dan mencoba memaknai dan menerobos antara mimpi dan kenyataan, ternyata betul kalau rumah ini berpenghuni, tapi tenang saja…aku datang tidak akan mengganggumu..rambutmu yang berserakan setiap hari dalam kamar aku akan bersihkan…

Aku paksakan untuk bertahan walaupun setiap malam tiba aku merinding….!!!!

Minggu, 11 Mei 2014

MENDEKAM DI SUNYI



Kecemasan semesta melumuri tubuh saat peradaban dihadapanku berubah total, darah kesepian sepanjang sejarah membanjiri gelombang pasang hiruk pikuk dunia ketika kumasuki kota kecil ini. Bocah sekolahan berpacu dengan waktu sampai matahari betul-betul meneteskan keringat. Tawa kecilnya menghempaskan mimpi pada peraduan bayang-bayang nasib, bertelanjang kaki menoreh sajak luka ditepian karang tajam. Pekikan perjuangan atas nama surga untuk menikmati kerajaan dalam neraka..saat ini, hari ini, besok dan selamanya aku tidak akan pernah mengerti mengapa aku berada disini. Kerja keras dan keringat ini untuk siapa??
 oke lah dunia memang tidak baik-baik saja. Hidup ini memang brengsek. Lantas ngapain juga kita diam aja. Merengek mohon mujizat?
Buku-buku semakin banyak bertumpuk tetapi pengetahuan semakin bodoh..semua omong kosong dan nasib begitu kejam menyeretku ke tempat ini. Saat ini aku benar-benar cemas, disini tanpa siapa-siapa, benar-benar asing dimata mereka
kehadiranku keberadaanku
disini...tanpa siapa-siapa
menggambar jejak memaknai kesendirian
menjadi sebuah arti dan makna ...
hari ini aku hanya ingin menyampaikan salam kepada kalian yang jauh disana, semoga kalian tahu kalau dsni aku tidak dalam keadaan baik-baik saja, aku cemas..Tetapi keadaan dan kondisi ini memaksaku untuk hanya melemparkan senyum manis ketika menyaksikan diriku terjatuh dalam kubangan sepi. Aku ingin berziarah ke masa lalu yang telah kalian bangun dengan kedamaian hati semesta yang berubah menjelma semesta kecil yang terasa seperti ciuman pertama pada kekasih.

*SERUI 12 maret 2014*
Tete nene, bapa tua mama tua, pace mace, kaka ade….izinkan aku bergabung bersama kalian dan bahagia aku berada di tengah-tengah kalian.